Di bawah pengaruh alkohol, temanku mengaku siap berjodoh dengan siapa saja. Bahkan dengan mantan pelacur sekalipun. Meski ia mengatakannya dalam kondisi mabuk, diam-diam aku mulai menyetujuinya. Terlepas dari perilakunya yang sedang mabuk atau tidak, secara samar aku mulai menangkap hal serius dari pengakuan itu.
Semisterius itulah jodoh, hingga kerap kita dengar ungkapan bahwa jodoh ditangan Tuhan. Hanya Tuhan yang tahu siapa jodoh kita. Meski tak ada batasan dalam mengharap kebaikan, termasuk dalam mengharap jodoh yang baik, namun perlu disadari bahwa mengaku diri sendiri sudah baik nyatanya adalah hal yang tidak baik. Apalagi ditambah dengan rasa percaya diri bahwa kelak akan berjodoh dengan pasangan yang baik pula. Tuhan tahu siapa kita, tahu seberapa baik dan buruknya kita, hingga paham betul dalam memilihkan siapa yang cocok menjadi jodoh kita kelak. Karena ukuran baik dan buruk di mata manusia akan berbeda jika dilihat dari pandangan Tuhan.
Mengingat kembali obrolanku dengan kawan dekat, tentang pasrah dan jodoh. Ada dua hal yang aku sendiri tidak tahu mana yang lebih tepat dalam usaha menemukan atau dipertemukan dengan jodoh.
1. Aku berusaha mendapatkan dirinya, dengan menyerahkan hasil dari usahaku pada Nya.
2. Aku tidak berusaha mendapatkan siapa-siapa, tapi menyerahkan pada Nya, untuk mempertemukanku dengan siapa saja yang dikehendaki Nya.
Jalan mana pun, jika untuk kebaikan semoga kita mendapat ridho Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar