![]() |
#fatwarindu |
"Mas?" Sapanya. Dari caranya menyapa yang singkat itu, serasa terselip beban berat yang sedang dialami. Saking beratnya beban itu, hanya satu kata yang mampu ditulisnya. Berbeda dengan kebiasaanya yang periang.
"Dalem.." Jawabku singkat. Sengaja kugunakan bahasa jawa agar terkesan lebih halus membalas sapaanya.
"Cara mengikhlaskan orang yang kita cintai bagaimana?" Tulisnya. Kusadari inilah beban yang sedang ia rasakan. Ia tidak sedang membicarakan pacar yang menjadi mantan. Ia sedang mencoba merangkai kembali kepingan hati yang beberapa waktu lalu tercerai-berai setelah sang ibu meninggal dunia.
"Kangen ibu?" Kubalas pertanyaan itu dengan pertanyaan.
Masih teringat jelas ketika aku dan kawan-kawan lainnya ta'ziah untuk menghiburnya. Kulihat matanya masih sembab, dengan hidung yang kemerahan. Matanya masih berkaca-kaca sambil sesekali diusapnya air mata yang siap tumpah itu dengan tisu yang selalu dipegangnya. Beberapa kali kutangkap tawanya saat teman-teman menceritakan sesuatu yang lucu, kutangkap pula air mata yang tiba-tiba berderai saat ia teringat kenangan akan ibunya.
Kuperhatikan dalam diam wajah itu. Mencoba menerka dan meresapi apa yang sedang ia rasakan hingga terlintas bayangan jika aku sedang diposisinya. Ditinggal seorang ibu yang setia membesarkannya dengan limpahan kasih sayang yang tak terkira.
Kesedihannya seakan menular padaku. Lama tak kujawab pertanyaan itu, karena aku tak tahu harus menjawab apa.
"Dahulu kau pernah mengatakan jika wajah ibumu begitu ayu dengan senyum mengembang di wajahnya.." Akhirnya kujawab pertanyaan itu setelah teringat dengan apa yang pernah ia ceritakan.
"Ada yang mengatakan bahwa orang yang meninggal sejatinya bukan sedang pergi melankan pulang. Pulang kembali kepada Sang Pencipta, ia pulang setelah sekian lama hidup di dunia. Dan semoga wajah ayu dan senyum ibumu menjadi pertanda baik bahwa beliau benar-benar bahagia akan bertemu kembali dengan Rabb nya." Lanjutku panjang lebar dengan beberapa kali melakukan editing dalam memilih kata-kata agar mudah dipahami.
"Mungkin lagu Fatwa Rindu dari Candra Malik dapat menggambarkan rasa rindu yang dirasakan ibumu kepada Illahi." Tiba-tiba saja aku teringat dengan lagu itu, teringat dengan lirik kerinduan hamba pada Tuhan nya.
"'Mengapa yang kuingat dari perjumpaan hanyalah perpisahan?' Entah benar atau tidak namun yang kupahami dari lirik itu bahwa awal perjumpaan dengan Nya adalah dengan berpisah dengan kehidupan dunia". Sebenarnya aku tidak terlalu paham dengan apa yang kutuliskan, namun besar harapan bahwa apa yang kutulis dapat berguna untuk menghiburnya.
"Beberapa orang yang teramat sangat mencinta dan meindu Tuhannya, tidak menganggap mati adalah akhir dari segalanya. Justru itu adalah awal perjumpaan dengan Tuhan. Dan mungkin ibumu salah satu dari orang-orang itu." Setiap jawaban yang kutulis kusertai doa dalam hati semoga jawaban itu tidak berbuah dosa atas kurang pahamnya aku dengan apa yang kutulis.
"Jadi ibuku termasuk orang yang cinta dan rindu Gusti Allah mas?"Tanyanya.
"Aamiin... Semoga demikian. Mungkin ungkapan 'aku bahagia melihatmu bahagia' harus kau terapkan pada kali ini. Jika ibumu bahagia ingin bertemu kembali dengan Tuhan, maka kamu harus ikhlas melepasnya demi kebahagiaannya."
***
Tentang ikhlas, aku mendapat gambar dari akun IG @NUgarislucu , sebuah quotes yang ringan tapi mampu menyentil kita sebagai manusia.
Perihal kematian, aku hanya diam termenung mengingatnya. Takut akan datangnya kematian adalah perasaan yang wajar dimiliki manusia. Namun rasa siap dengan datangnya kematian hanya dimiliki oleh mereka yang benar-benar cinta dan rindu akan perjumpaan dengan Tuhan. Sedangkan aku masih takut akan kematian, walaupun wajar apakah itu berarti aku adalah orang yang tidak cinta dan tidak rindu padaTuhan? Aah... cinta.. jika kucinta pada Nya sudah pasti akan kujalankan segala perintah Nya dan menjauhi larangan Nya.. Namun faktanya banyak sekali perintah yang tak mampu kulakukan dan banyak larangan Nya yang sering kudekati. Mungkin itu bukti kurang cintanya aku kepada Tuhan Sang Maha Cinta. Lalu cintakah kalian padaNya?
"Cara mengikhlaskan orang yang kita cintai bagaimana?" Tulisnya. Kusadari inilah beban yang sedang ia rasakan. Ia tidak sedang membicarakan pacar yang menjadi mantan. Ia sedang mencoba merangkai kembali kepingan hati yang beberapa waktu lalu tercerai-berai setelah sang ibu meninggal dunia.
"Kangen ibu?" Kubalas pertanyaan itu dengan pertanyaan.
Masih teringat jelas ketika aku dan kawan-kawan lainnya ta'ziah untuk menghiburnya. Kulihat matanya masih sembab, dengan hidung yang kemerahan. Matanya masih berkaca-kaca sambil sesekali diusapnya air mata yang siap tumpah itu dengan tisu yang selalu dipegangnya. Beberapa kali kutangkap tawanya saat teman-teman menceritakan sesuatu yang lucu, kutangkap pula air mata yang tiba-tiba berderai saat ia teringat kenangan akan ibunya.
Kuperhatikan dalam diam wajah itu. Mencoba menerka dan meresapi apa yang sedang ia rasakan hingga terlintas bayangan jika aku sedang diposisinya. Ditinggal seorang ibu yang setia membesarkannya dengan limpahan kasih sayang yang tak terkira.
Kesedihannya seakan menular padaku. Lama tak kujawab pertanyaan itu, karena aku tak tahu harus menjawab apa.
"Dahulu kau pernah mengatakan jika wajah ibumu begitu ayu dengan senyum mengembang di wajahnya.." Akhirnya kujawab pertanyaan itu setelah teringat dengan apa yang pernah ia ceritakan.
"Ada yang mengatakan bahwa orang yang meninggal sejatinya bukan sedang pergi melankan pulang. Pulang kembali kepada Sang Pencipta, ia pulang setelah sekian lama hidup di dunia. Dan semoga wajah ayu dan senyum ibumu menjadi pertanda baik bahwa beliau benar-benar bahagia akan bertemu kembali dengan Rabb nya." Lanjutku panjang lebar dengan beberapa kali melakukan editing dalam memilih kata-kata agar mudah dipahami.
"Mungkin lagu Fatwa Rindu dari Candra Malik dapat menggambarkan rasa rindu yang dirasakan ibumu kepada Illahi." Tiba-tiba saja aku teringat dengan lagu itu, teringat dengan lirik kerinduan hamba pada Tuhan nya.
"'Mengapa yang kuingat dari perjumpaan hanyalah perpisahan?' Entah benar atau tidak namun yang kupahami dari lirik itu bahwa awal perjumpaan dengan Nya adalah dengan berpisah dengan kehidupan dunia". Sebenarnya aku tidak terlalu paham dengan apa yang kutuliskan, namun besar harapan bahwa apa yang kutulis dapat berguna untuk menghiburnya.
"Beberapa orang yang teramat sangat mencinta dan meindu Tuhannya, tidak menganggap mati adalah akhir dari segalanya. Justru itu adalah awal perjumpaan dengan Tuhan. Dan mungkin ibumu salah satu dari orang-orang itu." Setiap jawaban yang kutulis kusertai doa dalam hati semoga jawaban itu tidak berbuah dosa atas kurang pahamnya aku dengan apa yang kutulis.
"Jadi ibuku termasuk orang yang cinta dan rindu Gusti Allah mas?"Tanyanya.
"Aamiin... Semoga demikian. Mungkin ungkapan 'aku bahagia melihatmu bahagia' harus kau terapkan pada kali ini. Jika ibumu bahagia ingin bertemu kembali dengan Tuhan, maka kamu harus ikhlas melepasnya demi kebahagiaannya."
***
Tentang ikhlas, aku mendapat gambar dari akun IG @NUgarislucu , sebuah quotes yang ringan tapi mampu menyentil kita sebagai manusia.
![]() |
Ikhlas@NUgarislucu |
"Ikhlas itu mudah. Bahkan aneh jika tidak ada orang gak bisa ikhlas. Harta titipan Tuhan, kita akui milik kita, itu masalahnya." @NUgarislucuAku tidak menganggap ikhlas itu mudah, tapi kini ku tahu cara agar mudah mengikhlaskan sesuatu.. yaitu dengan menyadari bahwa segala sesuatu yang kita rasa milik kita sejatinya milik Allah Swt. Jika semua itu lenyap dari tangan kita, ingatlah bahwa Tuhan berhak mengambil apa yang dimiliki Nya.
Perihal kematian, aku hanya diam termenung mengingatnya. Takut akan datangnya kematian adalah perasaan yang wajar dimiliki manusia. Namun rasa siap dengan datangnya kematian hanya dimiliki oleh mereka yang benar-benar cinta dan rindu akan perjumpaan dengan Tuhan. Sedangkan aku masih takut akan kematian, walaupun wajar apakah itu berarti aku adalah orang yang tidak cinta dan tidak rindu padaTuhan? Aah... cinta.. jika kucinta pada Nya sudah pasti akan kujalankan segala perintah Nya dan menjauhi larangan Nya.. Namun faktanya banyak sekali perintah yang tak mampu kulakukan dan banyak larangan Nya yang sering kudekati. Mungkin itu bukti kurang cintanya aku kepada Tuhan Sang Maha Cinta. Lalu cintakah kalian padaNya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar